PERKEMBANGAN SOSIAL DAN PERKEMBANGAN BAHASA
A.PERKEMBANGAN SOSIAL
1.Pengertian Perkembangan Hubungan Sosial
Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak- anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
Manusia tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio- psikologis. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan sesama manusia. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas. Interaksi seseorang dengan manusia lain diawali sejak saat bayi lahir, dengan cara yang amat sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial anak mulai terbentuk. Menurut Piaget interaksi sosial anak pada tahun pertama sangat terbatas, terutama hanya dengan Ibunya. Perilaku sosial anak tersebut berpusat pada akunya atau egocentric dan hampir keseluruhan perilakunya berpusat pada dirinya. Bayi belum banyak memperhatikan lingkungannya; dengan demikian apabila kebutuhan dirinya telah terpenuhi, bayi itu tidak peduli lagi terhadap lingkungannya, sisa waktu hidupnya digunakan untuk tidur. Pada tahun kedua, anak sudah belajar kata “tidak” dan sudah mulai belajar “menolak” lingkungan, seperti mengatakan “tidak mau
ini”,”tidak mau itu”,”tidak pergi”, dan semacamnya. Anak telah mulai mereaksi lingkungan secara aktif, ia telah belajar membedakan dirinya daripada orang lain, perilaku emosionalnya telah mulai berkembang dan lebih berperan. Perkenalan dan pergaulan dengan manusia lain segera menjadi semakin luas; ia mengenal kedua orang tuanya, anggota keluarganya, teman bermain sebaya, dan teman- teman sekolahnya. Pada umur- umur selanjutnya, anak mulai belajar di sekolah, mereka mulai belajar mengembangkan interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan kelompok (masyarakat), memahami tanggung jawab dan pengertian dengan orang lain. Menginjak masa remaja, interaksi dan pengenalan atau pergaulan dengan teman sebaya terutama lawan jenis menjadi semakin penting. Pada akhirnya pergaulan sesama manusia menjadi suatu kebutuhan.
Kebutuhan bergaul dan berhubungan dengan orang lain, telah mulai dirasakan sejak anak berumur enam bulan, di saat anak itu telah mampu mengenal manusia lain, terutama Ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mengenal dan mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial yang lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Akhirnya setiap orang menyadari bahwa manusia saling membutuhkan.
2.Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya didalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak- anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena disamping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
Kehidupan sosial pada jenjang remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Seseorang remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan dengan masalah yang dialami remaja. Keadaan atau peristiwa ini oleh Erick Erickson (dalam Lefton, 1982: 281) dinyatakan bahwa anak telah dapat mengalami krisis identitas diri dan konsep diri seseorang adalah sesuatu yang kompleks. Konsep diri anak tidak hanya terbentuk dari bagaimana anak percaya tentang keberadaan dirinya sendiri, tetapi juga terbentuk dari bagaimana orang lain percaya tentang keberadaan dirinya. Erickson mengemukakan bahwa perkembangan anak sampai jenjang dewasa melalui 8 (delapan) tahap dan perkembangan remaja ini berada pada tahap keenam dan ketujuh, yaitu masa anak ingin menentukan jati dirinya dan memilih kawan akrabnya. Seringkali anak menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan pada situasi kehidupan yang mereka alami. Banyak remaja yang amat percaya pada kelompok mereka dalam menemukan jati diri seseorang yang didorong oleh pengaruh sosiokultural.Tidak seperti halnya pandangan Freud, kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesama remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual. Semua perilaku sosial didorong oleh kepentingan seksual.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan. Baik di dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum dihadapi oleh remaja dan paling rumit adalah faktor penyesuaian diri.
Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota kelompok belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi aturan kelompok. Sekalipun dalam hal- hal tertentu tindakan suatu kelompok kurang memperhatikan norma umum yang berlaku di dalam masyarakat, karena yang lebih diperhatikan adalah keutuhan kelompoknya.
Penyesuaian diri di dalam kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis sekalipun, tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Di dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosional mempunyai pengaruh yang kuat. Saling pengertian akan kekurangan masing- masing dan upaya menahan sikap menonjolkan diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya, diperlukan tindakan intelektual yang tepat dan kemampuan menyeimbangkan pengendalian emosional. Dalam hal hubungan sosial yang lebih khusus, yang mengarah ke pemilihan pasangan hidup, pertimbangan faktor agama dan suku ini bukan saja menjadi kepentingan masing- masing individu yang bersangkutan, tetapi dapat menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang lebih besar (sesama agama atau sesama suku).
3.Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
a.Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Di dalam keluarga berlaku norma- norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b.Kematangan
Bersosialisasi memrlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial,memberi dan menerima pendapat orang lain,memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
Dengan demikian,untuk mampu bersosialisasi dengan baik di perlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,bukan sebagai anak yang independen,akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu,”ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak,masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Sehubungan dengan hal itu,dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya . Dalam hal tertentu ,maksud “ menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini akan berakibat lebih jauh,yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
e. Kapasitas Mental : Emosi,dan Inteligensi
Kemampuan berfikir banyak mempengaruhi banyak hal,seperti kemampuan belajar,memecahkan masalah dan berbahasa. Perkembangan emosi, seperti yang telah diuraikan, berpengaruh sekali keberhasilan terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu,kemampuan intelektual tinggi,kemampuan berbahasa baik,dan pengendalian emisional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi. Seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok sebaya,karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat “menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
4. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para dapat memikirkan perihal dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri,yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang lain,bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya. Dengan refleksi diri,hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya diterima,karena lingkungan tidak senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah laku sehari –hari.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori -teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain,termasuk orangtuanya. Setiap pendapat oranglain dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan.Sikap kritis ini juga ditunjukan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya,sehingga tata cara,adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Kemampuan abstraksi menimbulkan kemampuan mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa – peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang diakibatkan kemampuan abstraksi ) akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Disamping itu pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja.
1) Cita –cita dan idealisme yang baik,terlalu menitikberatkan pikiran sendiri,tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2) Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan oranglain mengenai dirinya.
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berfikir maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mengganggu dirinya dalam bergaul,karena disangkanya,prang lain sepikiran dan ikut tidak puas mengenai penampilan dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan “seperti” selalu diamati orang lain,perasaan malu,dan membatasi gerak geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang canggung.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi lain dimana remaja itu justru melebih –lebihkan diri dalam penilaian diri. Mereka merasa dirinya “ampuh” atau “hebat” sehingga berani menantang malapetaka dan menceburkan diri dalam aktivitas yang acap kali dipikirkan atau direncanakan. Aktivitas yang dilakukan pada umumnya tergolong aktivitas yang membahayakan.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain,maka sifat ego semakin berkurang. Pada akhir masa remaja pengaruh egosintrisitas sudah sedemikian kecilnya,sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanopa meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
5. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang,baik secara individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek,terdapat perbedaan individual manusia,yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan teori komprehensif tentang perkembangan sosial yang dikembangkan oleh erickson,maka di dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya setiap manusia menempuh langkah yang berlainan satu dengan yang lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia(anak) hidup dalam kesatuan budaya yang utuh,alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat,kemampuan,dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok – kelompok sosial yang beranekaragam.
Remaja yang telah memulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat,maka telah mempelajari pola – pola sosial yang sesuai dengan kepribadiannya.
6. Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Remaja dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Ia (mereka) bel;um memahami benar tentang norma – norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi,karena ia (mereka) sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Kesepakatan norma kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok lain,mungkin kelompok remaja lain,kelompok dewasa,dan kelompok anak –anak ,akan dapat menimbulkan perilaku social yang kurang atau tidak dapat diterima oleh umum. Tidak sedikit perilaku yang belebihan (over acting) akan muncul.
Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsangan kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima khalayak. Kelompok olahraga,koperasi,kesenian dan semacamnya di bawah asuhan para pendidik di sekolah atau para tokoh masyarakat didalam kehidupan masyrakat perlu banyak dibentuk. Khusus didalam sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti social,bakti karya, dan kelompok – kelompok belajar dibawah asuhan para guru pembimbing kegiatan ini hendaknya di kembangluaskan.
B.PERKEMBANGAN BAHASA
1. Pengertian
Perkembangan
Bahasa
Sesuai dengan fungsinya,bahasa merupakan alat komunikasi
yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang
lain. Bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi
efektif sejak seorang individu memerlukan berkomunikasi dengan orang lain.
Bahasa diperlukan sejak manusia bayi dan mulai berkomunikasi dengan orang lain.
Perkembangan
bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang bebrarti faktor intelek
sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Perkembangan
bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil
belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti halnya belajar hal
lain, meniru dan mengulang kata yang diucapkan oleh orang lain yang merupakan
cara belajar bahasa awal pada bayi. Manusia dewasa (terutama ibunya) di
sekelilingnya membetulkan dan memperjelas kata-kata yang salah. Belajar bahasa
yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6 - 7 tahun, di saat anak
mulai bersekolah.
2. karakteristik perkembangan bahasa
remaja
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Anak remaja
telah banyak belajar dari lingkungan. Dengan demikian bahasa remaja terbentuk
dari kondisi lingkungan. Lingkunga remaja encakup lingkungan keluarga,
masyarakat, dan khususnya pergaulanteman sebaya dan lingkungan sekolah. Pola
bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau
bahasa ibu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh
lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Bersamaan dengan kehidupannya di
dalam masyarakat luas, anak(remaja) mengikuti proses belajar di sekolah.
Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat terkadang sangat menonjol, sehingga
bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang
berkembang di dalam kelompok teman sebaya.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga, masyarakat,
dan sekolah dalam perkembangan bahasa akan menyebabkan perbedaan antara anak
yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan dengan pemilihan dan penggunaan
kosa kata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat
lapisan berpendidikan rendah atau buta huruf akan banyak menggunakan bahasa
pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat yang
terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial yang baik, akan menggunakan
istilah-istilah yang lebih efektif, dan pada umunya anak-anak remajanya juga
juga berbahasa secara lebih baik.
3. Faktor- faktor yang memengaruhi perkembangan
bahasa
Bebahasa
terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh karena itu, perkembangannya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada perkembangan bahasa terdapat 2 faktor
yang mempengaruhinya yaitu faktor biologis, umur dan
kecerdasan anak,
dan faktor lingkungan.
1. Faktor Biologis
Ada beberapa komponen dalam membahas faktor biologis di
perkembangan bahasa, di antaranya :
Evolusi biologis, Ikatan biologis, Peranan otak, Bahasa
binatang, dan Masa kritis belajar bahasa.
- Evolusi Biologis
Para ahli percaya bahwa evolusi biologis membentuk manusia
ke dalam makhluk linguistik. Berkenaan dengan evolusi biologis,otak, sistem
syaraf dan sistem vokal berubah selama beratus-ratus ribu tahun. Diperkirakan
manusia mendapat bahasa bervariasi selama beribu tahun yang lalu.
- Ikatan Bilogis
Anak-anak dilahirkan di dunia dilengkapi dengan alat
pemerolehan bahasa (language acquisition device=LAD) yaitu ikatan biologis yang
memungkinkan anak mendeteksi bahasa tertentu. LAD adalah suatu kemampuan
gramatikal yang dibawa sejak lahir yang mendasari semua bahasa manusia.
- Peranan Otak dalam Perkembangan Bahasa
Berdasarkan hasil penelitian Gazzaniaga dan Sperry ( Santrock
& Yussen) bahwa proses bahasa itu dikontrol oleh belahan otak sebelah
kiri.Jadi apabila ada seseorang yang mengalami gangguan otak terutama otak
kiri,pasti dia akan sulit untuk melakukan perkembangan bahasa. Karena pada otak
kiri terdapat suatu area yang bernama ” wernick’s area” yang berfungsi untuk
pemahaman bahasa.Dan apabila kerusakan otak pada seseorang terjadi pada area
ini sering terjadi pembicaraan yang tak berarti atau mengoceh.
- Apakah Binatang Memiliki Bahasa?
Pada kenyataannya tidaklah diragukan bahwa beberapa binatang
mempunyai sistem komunikasi yang menakjubkan dan sederhana, serta komunikasinya
yaitu adaptif dalam memberikan tanda bahaya, ada makanan dan kebutuhan seksual.
- Periode Kritis Belajar Bahasa
Masa yang sangat penting untuk mengembangkan dialek bahasa
anak yaitu pada usia sebelum 12 tahun. Untuk memahami periode kritis belajar
bahasa kita dapat melihat contoh yaitu dimana ada seorang anak yang dari kecil
dibesarkan di lingkungan yang salah. Dia dibesarkan oleh keluarga dengan cara kekerasan
dan tidak diajarkan bahasa sama sekali, sehingga dia tidak dapat berbicara
hingga umur 12 tahun lebih. Dan ketika ditemukan dan anak itu diberi latihan
untuk bicara, dia hanya mampu mengucapkan beberapa kata saja.
Dengan kejadian ini kita tahu bahwa mengajarkan bahasa pada
anak harus dari usia dini, dan tidak hanya melihat dari faktor biologis saja,
tetapi harus melihat faktor lingkungan, karena merupakan faktor penting dalam
pengembangan bahasa.
2. Umur dan Kecerdasan Anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan
fisiknya, bertambah pengalaman , dan meningkat kebutuhannya. bahasa seseorang
akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. factor
fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ
bicara kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. pada masa
remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai
tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual
anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
Untuk meniru lingkungan tentang
bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan
motrik yang baik. kemampuan motorik seseorang berkolerasi positif dengan
kemampuan intelektual atau tingkat berfikir. ketepatan meniru, memproduksi
perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat.
3. Faktor
Lingkungan
Seperti kita tahu bahwa dalam belajar bahasa kita tidak
dapat melakukan dalam keadaan sepi tetapi kita membutuhkan interaksi dengan
orang lain. Terdapat beberapa hal yang penting dalam perkembangan bahasa yaitu
perubahan kultural dan konteks sosiokultural bahasa, dukungan terhadap bahasa
dan pandangan behavioral.
- Perubahan Kultural dan Konteks Sosiokultural Bahasa
Kekuatan
sosial membuat manusia untuk lebih mengembangkan cara berkomunikasi dengan
orang lain.Konteks sosiokultural terus menerus memainkan suatu peranan yang
penting dalam perkembangan bahasa akhir-akhir ini. Vygotsky mengemukakan bahwa
peranan orang dewasa sangat penting untuk membantu perkembangan bahasa anak.
Serta psikologi lain yaitu Brunner juga menekankan bahwa orang dewasa atau
orang tua sangat penting unutk mengembangkan komunikasi anak . Jadi begitu
besar peranan orang tua, atau guru dalam perkembangan bahasa anak, agar anak
mencapai perkembangan yang optimal.
- Dukungan Sosial untuk Perkembangan Bahasa
Terdapat
dukungan sosial dalam perkembangan bahasa anak yaitu:
a)
Motherese yaitu cara seorang ibu dalam berkomunikasi dengan bayi, serta dengan
kata-kata dan kalimat yang sederhana. Motherese sulit dilakukan tanpa adanya
bayi, tetapi motherese mempunyai peranan penting dalam mempermudah perkembangan
bahasa anak sejak usia dini.
b)
Recasting yaitu membuat frase yang sama dari suatu kalimat dengan cara berbeda,
mungkin dengan cara mengemukakannya dalam pertanyaan,
c)
Echoing yaitu mengulangi apa yang akan dikatakan kepada kita, terutama jika
kata-kata tersebut belum benar.
d)
Expanding yaitu menyatakan kembali apa yang anak telah katakan kepada kita
dengan linguistik yang lebih baik.
Orang tua dan guru merupakan komponen penting dalam
perkembangan bahasa anak,karena peranannya sebagai model bahasa dan pengoreksi
atas kesalahan anak. Jadi apabila orang tua dan guru dapat berperan aktif ,
maka anak akan mengalami perkembangan bahasa yang positif.
Perkembangan bahasa yeng menggunakan model pengekspresian
secara mandiri, baik lisan maupun tertulis dengan mendasarkan pada bahan bacaan
akan lebih mengembangkan kemampuan bahasa anak dan membentuk pola bahasa masing-masing.
Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi
dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas.Selain itu, sarana perkembangan
bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain
hendaknyadisediakan di sekolah maupun di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
.
Prayitno, dkk. 2003. Panduan Bimbingan dan
Konseling. Jakarta : Depdikbud Direktorat pendidikan Dasar dan Menengah
Syamsudin,
abin. 2003. Psikologi Pendidikan.
Bandung : Remaja Rosda Karya
Mudjiran,
dkk. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press.
Tim Pembina Mata Kuliah PPD. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: Dikti bekerjasama dengan HEDS-JICA.
Tim Pembina Mata Kuliah PPD. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: Dikti bekerjasama dengan HEDS-JICA.
Sunarto dan
Hartono, Agung. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Sumantri,
Mulyani dan Syaodih, Nana. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar