BAB II
TERMOKIMIA
A. Termodinamika
pertama
1). Hukum Kekekalan Energi
· “ Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat
diubah dari 1 bentuk energi ke bentuk energi yang lain. “
· Energi alam semesta adalah tetap, sehingga energi yang terlibat dalam
suatu proses kimia dan fisika hanya merupakan perpindahan atau perubahan bentuk
energi.
· Contoh perubahan energi :
a. Energi radiasi diubah menjadi energi panas.
b. Energi potensial diubah menjadi energi listrik.
c. Energi kimia menjadi energi listrik.
2). Sistem dan Lingkungan
§ Sistem adalah bagian dari
alam semesta yang menjadi pusat perhatian langsung dalam suatu percobaan
tertentu.
§ Lingkungan adalah bagian lain
dari alam semesta yang terdapat di luar sistem.


§ Secara umum terdapat 3
jenis sistem :
a.
Sistem terbuka.
Suatu
sistem dimana dapat terjadi perpindahan materi dan energi dengan lingkungannya.
Contoh :
kopi panas dalam gelas terbuka, akan melepaskan panas dan uap air ke
lingkungannya.
b.
Sistem tertutup.
Suatu
sistem dimana hanya dapat terjadi perpindahan energi ke lingkungannya tetapi
tidak dapat terjadi perpindahan materi.
Contoh
: kopi panas dalam gelas tertutup, dapat melepaskan panas / kalor ke lingkungannya
tetapi tidak ada uap air yang hilang.
c.
Sistem terisolasi.
Suatu
sistem dimana tidak dapat terjadi perpindahan materi maupun energi ke
lingkungannya.
Contoh :
kopi panas dalam suatu termos.
3). Energi dan Entalpi
o Sesuai dengan Hukum Termodinamika I, yang menyatakan
bahwa energi tidak dapat diciptakan
atau dimusnahkan, tetapi energi hanya dapat diubah dari 1 bentuk energi ke
bentuk energi yang lain, maka jumlah energi yang diperoleh oleh sistem akan =
jumlah energi yang dilepaskan oleh lingkungan. Sebaliknya, jumlah energi yang
dilepaskan oleh sistem akan = jumlah energi yang diperoleh oleh lingkungan.
o Energi adalah kapasitas untuk melakukan kerja ( w ) atau menghasilkan panas / kalor ( q ).
o Energi yang dimiliki oleh sistem dapat berupa energi kinetik (
berkaitan dengan gerak molekul sistem ) maupun energi potensial.
o Energi dalam ( E ) adalah jumlah energi yang dimiliki oleh suatu zat atau sistem.
o Perpindahan energi antara sistem dan lingkungan terjadi dalam bentuk
kerja ( w ) atau dalam bentuk kalor (
q ).
o Tanda untuk kerja ( w ) dan
kalor ( q ) :
v Sistem menerima kerja, w bertanda ( + ).
v Sistem menerima kalor, q
bertanda ( + ).
v Sistem melakukan kerja, w bertanda ( - ).
v Sistem membebaskan kalor, q
bertanda ( - ).
o Energi dalam ( E ) termasuk fungsi keadaan yaitu besaran yang
harganya hanya bergantung pada keadaan sistem, tidak pada asal-usulnya.
Keadaan suatu sistem ditentukan oleh jumlah
mol ( n ), suhu ( T ) dan tekanannya
( P ).
o Energi dalam juga termasuk sifat ekstensif
yaitu sifat yang bergantung pada jumlah zat.
o Misalnya : jika E dari 1 mol air = y kJ maka E dalam 2 mol air ( T,P ) = 2y kJ.






o
Nilai
energi dalam dari suatu zat tidak dapat diukur, tetapi yang diperlukan dalam
termokimia hanyalah perubahan energi dalam ( DE ).
DE = E2 – E1
E1 =
energi dalam pada keadaan awal
E2 = energi dalam pada keadaan akhir
o
Untuk
reaksi kimia :
DE = Ep – Er
Ep =
energi dalam produk
Er = energi dalam reaktan
4). Kerja ( w )
Kerja yang
dilakukan oleh sistem :
w = - F. s ( kerja = gaya x jarak )

maka :
w = - ( P. A ) . h
w = - P. ( A . h )
w = - P.
DV
Satuan
kerja = L. atm
1 L. atm =
101,32 J
Contoh :
Hitunglah
besarnya kerja ( J ) yang dilakukan oleh suatu sistem yang mengalami ekspansi
melawan P = 2 atm dengan perubahan V = 10 L !
Jawaban :
w = - P.
DV
= - 2 atm x 10 liter
= - 20 L.atm = - 2.026,4 J
5). Kalor ( q )
Ø Kalor adalah energi
yang berpindah dari sistem ke lingkungan atau sebaliknya, karena adanya
perbedaan suhu yaitu dari suhu lebih tinggi ke suhu lebih rendah.
Ø Perpindahan kalor akan
berlangsung sampai suhu antara sistem dan lingkungannya sama.
Ø Meskipun kita
mengatakan bahwa sistem “ menerima “ atau “ membebaskan “ kalor, tetapi sistem
tidak mempunyai energi dalam bentuk “
kalor “.
Ø Energi yang dimiliki
sistem adalah energi dalam ( E ), yaitu energi kinetik dan potensial.
Ø Perpindahan kalor
terjadi ketika molekul dari benda yang lebih panas bertumbukan dengan molekul
dari benda yang lebih dingin.
Ø Satuan kalor = kalori ( kal ) atau joule ( J ).
1 kal = 4, 184 J
Ø Mengukur jumlah kalor :
q = m x c x DT
atau
q = C x DT ; q = m
x L
dengan :
q = jumlah kalor ( J )
m = massa
zat ( g )
DT = perubahan suhu ( oC atau K )
c = kalor jenis ( J / g.oC ) atau ( J / g. K )
C = kapasitas kalor ( J / oC ) atau ( J / K )
L = kalor laten ( J / g ) = kalor peleburan / pelelehan dan kalor
penguapan.
Contoh :
Berapa
joule diperlukan untuk memanaskan 100 gram air dari 25 oC menjadi
100 oC? ( kalor jenis air = 4,18 J / g.K )
Jawaban :
q = m x c x DT
= 100 x 4,18 x ( 100 – 25 ) = 31.350 J = 31,
35 kJ.
Ø Hubungan antara E, q
dan
w :
DE = q + w
w = P. DV
a. Jika reaksi berlangsung
pada sistem terbuka dengan tekanan ( P ) tetap maka :
DE = qp + w
Contoh :
Suatu
reaksi eksoterm mempunyai harga DE = - 100 kJ. Jika
reaksi berlangsung pada P tetap dan V sistem bertambah, maka sebagian DE tersebut digunakan
untuk melakukan kerja. Jika jumlah kerja yang dilakukan sistem = - 5 kJ, maka :
qp = DE – w
=
-100 kJ – ( -5 kJ ) = - 95 kJ
b. Jika reaksi berlangsung
pada sistem tertutup dengan volume tetap ( DV = 0 ) artinya = sistem tidak melakukan kerja ( w = 0 ).
DE = qv + w
DE = qv + 0
DE = qv
Hal ini
berarti bahwa semua perubahan energi dalam ( DE ) yang berlangsung
pada sistem tertutup akan muncul sebagai kalor.
Contoh :
Suatu
reaksi yang berlangsung pada V tetap
disertai penyerapan kalor = 200 kJ. Tentukan nilai DE, q dan w
reaksi itu!
Jawaban :
Sistem
menyerap kalor, artinya q = + 200 kJ.
Reaksi
berlangsung pada V tetap, w = 0 kJ.
DE = qv + w
=
+ 200 kJ + 0 kJ = + 200 kJ
6). Entalpi ( H )
o
Untuk
menyatakan kalor reaksi pada tekanan tetap (qp )
digunakan besaran yang disebut Entalpi
( H ).
H
= E + ( P.V )
DH = DE + ( P. DV )
DH = (q + w ) + ( P. DV )
DH = qp – ( P. DV ) + ( P. DV )
DH = qp
o
Untuk
reaksi kimia :
DH = Hp – Hr
Hp =
entalpi produk
Hr = entalpi reaktan
o
Contoh :
Suatu reaksi yang
berlangsung pada P tetap disertai pelepasan
kalor = 200 kJ dan sistem melakukan kerja sebanyak 5 kJ. Tentukan nilai DH, DE, q dan w
reaksi itu!
Jawaban
:
Sistem melepaskan
kalor, artinya q = - 200 kJ.
Sistem melakukan kerja,
artinya w = - 5 kJ.
DE = qp + w
DE
= - 200 kJ – 5 kJ = - 205 kJ
DH = qp = - 200 kJ
o
Kesimpulan :
Reaksi pada tekanan tetap : qp = DH ( perubahan entalpi )
Reaksi
pada volume tetap : qv = DE ( perubahan energi
dalam )
7). Reaksi Endoterm dan Eksoterm
v Reaksi endoterm adalah reaksi yang
disertai dengan perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem ( kalor diserap oleh
sistem dari lingkungannya ); ditandai dengan adanya penurunan suhu lingkungan
di sekitar sistem.
v Reaksi eksoterm adalah reaksi yang disertai
dengan perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan ( kalor dibebaskan oleh
sistem ke lingkungannya ); ditandai dengan adanya kenaikan suhu lingkungan di
sekitar sistem.
v Reaksi eksoterm pada
umumnya berlangsung spontan, sedangkan reaksi endoterm tidak.
v Pada reaksi endoterm : DH = Hp – Hr > 0 (
bertanda positif )
v Pada reaksi eksoterm : DH = Hp – Hr < 0 (
bertanda negatif )
v Diagram tingkat
energinya :


8). Persamaan Termokimia
§ Adalah persamaan reaksi
yang mengikutsertakan perubahan entalpinya ( DH ).
§ Nilai DH yang dituliskan di
persamaan termokimia, disesuaikan dengan stoikiometri reaksinya, artinya =
jumlah mol zat yang terlibat dalam reaksi kimia = koefisien reaksinya; ( fase
reaktan maupun produk reaksinya harus
dituliskan).
§ Contoh
:
Pada
pembentukan 1 mol air dari gas hidrogen dengan oksigen pada 298 K, 1 atm
dilepaskan kalor sebesar 285, 5 kJ.
Persamaan
termokimianya :

Jika koefisien dikalikan 2,
maka harga DH
reaksi juga harus dikalikan 2.
§ Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menuliskan persamaan termokimia :
a. Koefisien reaksi
menunjukkan jumlah mol zat yang terlibat dalam reaksi.
b. Ketika persamaan
reaksinya dibalik ( mengubah letak reaktan dengan produknya ) maka nilai DH tetap sama tetapi tandanya berlawanan.
c. Jika kita menggandakan
kedua sisi persamaan termokimia dengan faktor y maka nilai DH juga harus dikalikan
dengan faktor y tersebut.
d. Ketika menuliskan
persamaan reaksi termokimia, fase reaktan dan produknya harus dituliskan.
9). Jenis-Jenis Perubahan Entalpi
o
Perubahan
entalpi yang diukur pada suhu 25 oC dan tekanan 1 atm ( keadaan
standar) disebut perubahan entalpi standar ( dinyatakan dengan tanda DHo atau DH298 ).
o
Perubahan
entalpi yang tidak merujuk pada kondisi pengukurannya dinyatakan dengan lambang
DH saja.
o
Entalpi
molar = perubahan entalpi tiap mol zat ( kJ / mol ).
o
Perubahan
entalpi, meliputi :
a.
Perubahan Entalpi Pembentukan
Standar ( DHf
o ) = kalor pembentukan
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya pada suhu dan tekanan
standar ( 25 oC, 1 atm ). Entalpinya bisa dilepaskan maupun diserap.
Satuannya adalah kJ / mol.
Bentuk
standar
dari suatu unsur adalah bentuk yang paling stabil dari unsur itu pada keadaan
standar ( 298 K, 1 atm ).
Jika
perubahan entalpi pembentukan tidak diukur pada keadaan standar maka
dinotasikan dengan DHf
Contoh :

Catatan :
o
DHf
unsur bebas = nol
o
Dalam
entalpi pembentukan, jumlah zat yang dihasilkan adalah 1 mol.
o
Dibentuk
dari unsur-unsurnya dalam bentuk standar.
b.
Perubahan Entalpi Penguraian
Standar ( DHd
o )
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsur penyusunnya pada keadaan standar.
Jika
pengukuran tidak dilakukan pada keadaan standar, maka dinotasikan dengan DHd. Satuannya = kJ / mol.
Perubahan
entalpi penguraian standar merupakan kebalikan dari perubahan entalpi
pembentukan standar, maka nilainya pun akan berlawanan tanda.
Menurut Marquis de Laplace, “ jumlah kalor yang dilepaskan pada
pembentukan senyawa dari unsur-unsur penyusunnya = jumlah kalor yang diperlukan
pada penguraian senyawa tersebut menjadi unsur-unsur penyusunnya. “
Pernyataan ini disebut Hukum Laplace.
Contoh :
Diketahui DHf o H2O(l) = -286 kJ/mol, maka entalpi
penguraian H2O(l) menjadi
gas hidrogen dan gas oksigen adalah +286 kJ/mol.

c.
Perubahan Entalpi Pembakaran
Standar ( DHc
o )
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada pembakaran 1 mol suatu zat secara sempurna pada keadaan standar.
Jika
pengukuran tidak dilakukan pada keadaan standar, maka dinotasikan dengan DHc. Satuannya = kJ / mol.
Contoh :

d.
Perubahan Entalpi Netralisasi
Standar ( DHn
o )
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada penetralan 1 mol asam oleh basa atau 1
mol basa oleh asam pada keadaan standar.
Jika
pengukuran tidak dilakukan pada keadaan standar, maka dinotasikan dengan DHn. Satuannya = kJ / mol.
Contoh :

DHn reaksi = -200 kJ
DHn NaOH = -200 kJ / 2
mol =
-100 kJ/mol
DHn H2SO4
= -200 kJ / 1 mol = -200 kJ/mol
e.
Perubahan Entalpi
Penguapan Standar ( DHovap)
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada penguapan 1 mol zat dalam fase cair menjadi fase gas pada keadaan standar.
Jika
pengukuran tidak dilakukan pada keadaan standar, maka dinotasikan dengan DHvap. Satuannya = kJ / mol.
Contoh :

f.
Perubahan Entalpi
Peleburan Standar ( DHofus
)
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada pencairan / peleburan 1 mol zat dalam fase padat menjadi zat dalam fase cair pada keadaan
standar.
Jika
pengukuran tidak dilakukan pada keadaan standar, maka dinotasikan dengan DHfus. Satuannya = kJ / mol.
Contoh :

g.
Perubahan Entalpi
Sublimasi Standar ( DHosub
)
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi pada sublimasi 1 mol zat dalam fase padat menjadi zat dalam fase gas pada keadaan
standar.
Jika
pengukuran tidak dilakukan pada keadaan standar, maka dinotasikan dengan DHsub. Satuannya = kJ / mol.
Contoh :


h.
Perubahan Entalpi
Pelarutan Standar ( DHosol
)
Adalah
perubahan entalpi yang terjadi ketika 1
mol zat melarut dalam suatu pelarut ( umumnya air ) pada keadaan standar.
Jika
pengukuran tidak dilakukan pada keadaan standar, maka dinotasikan dengan DHsol. Satuannya = kJ / mol.
Contoh :

10). Penentuan Perubahan Entalpi ( DH )
a.
Kalorimetri
o
Adalah
cara penentuan kalor reaksi dengan menggunakan kalorimeter.
o
Perubahan
entalpi adalah perubahan kalor yang diukur pada tekanan konstan.
o
Untuk
menentukan perubahan entalpi dilakukan dengan cara yang sama dengan penentuan
perubahan kalor yang dilakukan pada tekanan konstan.
o
Perubahan
kalor pada suatu reaksi dapat diukur melalui pengukuran perubahan suhu yang
terjadi pada reaksi tersebut.
o
Pengukuran
perubahan kalor dapat dilakukan dengan alat yang disebut kalorimeter.
o
Kalorimeter
adalah suatu sistem terisolasi ( tidak ada perpindahan materi maupun energi
dengan lingkungan di luar kalorimeter ).
o
Rumus
yang digunakan adalah :
q = m
x c x DT
qkalorimeter = C
x DT
dengan :
q = jumlah kalor ( J )
m = massa
zat ( g )
DT = perubahan suhu ( oC atau K )
c = kalor jenis ( J / g.oC ) atau ( J / g. K )
C = kapasitas kalor ( J / oC ) atau ( J / K )
o
Oleh
karena tidak ada kalor yang terbuang ke lingkungan, maka kalor reaksi = kalor
yang diserap / dibebaskan oleh larutan dan kalorimeter, tetapi tandanya
berbeda.
qreaksi = - (qlarutan +
qkalorimeter )
Beberapa jenis kalorimeter :
1)
Kalorimeter Bom
o
Merupakan
kalorimeter yang khusus digunakan untuk menentukan kalor dari reaksi-reaksi
pembakaran.
o
Kalorimeter
ini terdiri dari sebuah bom ( tempat berlangsungnya reaksi pembakaran, terbuat
dari bahan stainless steel dan diisi dengan gas oksigen pada tekanan
tinggi ) dan sejumlah air yang dibatasi dengan wadah yang kedap panas.
o
Reaksi
pembakaran yang terjadi di dalam bom, akan menghasilkan kalor dan diserap oleh
air dan bom.
o
Oleh
karena tidak ada kalor yang terbuang ke lingkungan, maka :
qreaksi = - (qair +
qbom )
o
Jumlah
kalor yang diserap oleh air dapat dihitung dengan rumus :
qair = m
x c x DT
dengan :
m
= massa air dalam kalorimeter (
g )
c = kalor jenis air dalam kalorimeter (J / g.oC
) atau ( J / g. K )
DT = perubahan suhu ( oC
atau K )
o
Jumlah
kalor yang diserap oleh bom dapat dihitung dengan rumus :
qbom = Cbom
x DT
dengan :
Cbom = kapasitas kalor bom (
J / oC ) atau ( J / K )
DT = perubahan
suhu ( oC atau K )
o
Reaksi
yang berlangsung pada kalorimeter bom berlangsung pada volume tetap ( DV = nol ). Oleh karena
itu, perubahan kalor yang terjadi di dalam sistem = perubahan energi dalamnya.
DE = q + w dimana w = -
P.
DV ( jika DV
= nol
maka w = nol
)
maka
DE = qv
Contoh soal :
Suatu kalorimeter bom
berisi 250 mL air yang suhunya 25oC, kemudian dibakar 200 mg gas
metana. Suhu tertinggi yang dicapai air dalam kalorimeter = 35oC.
Jika kapasitas kalor kalorimeter = 75 J / oC dan kalor jenis air =
4,2 J / g.oC, berapakah DHc gas metana?
Jawaban
:
qair = m
x c x DT
= ( 250 ) x ( 4,2 ) x ( 35 - 25 )
= 10.500
J
qbom = Cbom
x DT
= ( 75 ) x (
35 – 25 )
= 750 J
qreaksi = - (qair +
qbom )
qreaksi = - ( 10.500 J + 750 J )
= -
11.250 J = - 11,25 kJ
200
mg CH4 = 0,2 g CH4
= ( 0,2 / 16 ) mol = 0,0125 mol
DHc CH4 = ( - 11,25 kJ / 0,0125 mol ) = - 900 kJ / mol ( reaksi eksoterm )
2)
Kalorimeter Sederhana
o
Pengukuran
kalor reaksi; selain kalor reaksi pembakaran dapat dilakukan dengan menggunakan
kalorimeter pada tekanan tetap yaitu dengan kalorimeter sederhana yang dibuat
dari gelas stirofoam.
o
Kalorimeter
ini biasanya dipakai untuk mengukur kalor reaksi yang reaksinya berlangsung
dalam fase larutan ( misalnya reaksi netralisasi asam – basa / netralisasi,
pelarutan dan pengendapan ).
o
Pada
kalorimeter ini, kalor reaksi = jumlah kalor yang diserap / dilepaskan larutan
sedangkan kalor yang diserap oleh gelas dan lingkungan; diabaikan.
qreaksi =
- (qlarutan + qkalorimeter
)
qkalorimeter = Ckalorimeter
x DT
dengan :
Ckalorimeter = kapasitas kalor kalorimeter ( J / oC
) atau ( J / K )
DT = perubahan suhu ( oC atau K )
o
Jika
harga kapasitas kalor kalorimeter sangat kecil; maka dapat diabaikan
sehingga perubahan kalor dapat dianggap hanya berakibat pada kenaikan suhu
larutan dalam kalorimeter.
qreaksi = - qlarutan
qlarutan = m
x c x DT
dengan :
m
= massa larutan dalam
kalorimeter ( g )
c = kalor jenis larutan dalam kalorimeter (J / g.oC )
atau ( J / g. K )
DT = perubahan suhu ( oC
atau K )
o
Pada
kalorimeter ini, reaksi berlangsung pada tekanan tetap (DP = nol ) sehingga perubahan
kalor yang terjadi dalam sistem = perubahan entalpinya.
DH = qp
Contoh
soal :
Sebanyak 50 mL ( = 50
gram ) larutan HCl 1 M bersuhu 27 oC dicampur dengan 50 mL ( = 50
gram ) larutan NaOH 1 M bersuhu 27 oC dalam suatu kalorimeter gelas
stirofoam. Suhu campuran naik sampai 33,5 oC. Jika kalor jenis
larutan = kalor jenis air = 4,18 J / g.K. Tentukan perubahan entalpinya!
Jawaban
:

qlarutan = m
x c x DT
= ( 100
) x ( 4,18 ) x ( 33,5 – 27 )
= 2.717 J
Karena kalor
kalorimeter diabaikan maka :
qreaksi = - qlarutan
= -
2.717 J
Jumlah
mol ( n ) HCl = 0,05 L x 1 mol / L =
0,05 mol
Jumlah
mol ( n ) NaOH = 0,05 L x 1 mol / L =
0,05 mol
Oleh karena perbandingan jumlah mol pereaksi =
perbandingan koefisien reaksinya maka campuran tersebut adalah ekivalen.
DH harus disesuaikan
dengan stoikiometri reaksinya, sehingga :
q (1
mol HCl + 1 mol NaOH )
= ( 1 / 0,05 ) x ( – 2.717 J )
= - 54.340 J = - 54,34
kJ
Jadi DH reaksi
= qreaksi = - 54,34 kJ
Persamaan termokimianya
:

b.
Hukum Hess
o
Pengukuran
perubahan entalpi suatu reaksi kadangkala tidak dapat ditentukan langsung dengan
kalorimeter, misalnya penentuan perubahan entalpi pembentukan standar ( DHf o )CO.
Reaksinya :

o
Reaksi
pembakaran karbon tidak mungkin hanya menghasilkan gas CO saja tanpa disertai
terbentuknya gas CO2. Jadi, bila dilakukan pengukuran perubahan
entalpi dari reaksi tersebut; yang terukur tidak hanya reaksi pembentukan gas
CO saja tetapi juga perubahan entalpi dari reaksi pembentukan gas CO2.

o
Untuk
mengatasi hal tersebut, Henry Hess melakukan serangkaian percobaan dan
menyimpulkan bahwa perubahan entalpi suatu reaksi merupakan fungsi
keadaan.
o
Artinya
: “ perubahan entalpi suatu reaksi hanya
tergantung pada keadaan awal ( zat-zat pereaksi ) dan keadaan akhir ( zat-zat
hasil reaksi ) dari suatu reaksi dan tidak tergantung pada jalannya reaksi. “ Pernyataan ini disebut Hukum Hess.
o
Berdasarkan
Hukum Hess, penentuan DH dapat dilakukan melalui 3
cara yaitu :
1). Perubahan entalpi ( DH
) suatu reaksi dihitung melalui penjumlahan dari perubahan entalpi beberapa
reaksi yang berhubungan.
Contoh :
Reaksi
pembakaran gas hidrogen akan menghasilkan air, menurut persamaan reaksi :

Reaksi
tersebut dapat berlangsung melalui 2 tahap :

Jika kedua
reaksi tersebut dijumlahkan maka diperoleh :

Gambar
Siklus Hess :

Gambar
Diagram Entalpi ( Tingkat Energi ) :

Contoh
Soal :
Diketahui :

Tentukan perubahan
entalpi ( DH
) dari reaksi berikut ini :

Jawaban
:

2). Perubahan entalpi ( DH
) suatu reaksi dihitung berdasarkan selisih entalpi pembentukan ( DHf o
) antara produk dan reaktan.
Secara
umum, untuk reaksi :


Contoh :
Diketahui :
DHf o metanol
[ CH4O( l ) ] = - 238,6 kJ
/ mol
DHf o CO2(
g ) = - 393,5 kJ / mol
DHf o H2O(
l ) = - 286 kJ / mol
a).
Tentukan entalpi pembakaran metanol membentuk gas CO2 dan air.
b).
Tentukan jumlah kalor yang dibebaskan pada pembakaran 8 gram metanol ( Ar.H = 1; C = 12; O = 16 )
Jawaban :
Reaksi
pembakaran metanol :

b). 8 gram
CH4O = ( 8 / 32 ) mol = 0,25 mol.
Jumlah kalor yang dibebaskan
pada pembakaran 8 gram CH4O adalah = 0,25 mol x 726,9 kJ / mol = 181,725
kJ
3). Perubahan entalpi ( DH
) suatu reaksi dihitung berdasarkan data energi ikatan.
Energi
ikatan
adalah energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan kimia dalam 1 mol
suatu molekul / senyawa berwujud gas
menjadi atom-atomnya. Lambang energi ikatan = D
Energi
ikatan rerata pada ikatan rangkap 3 > ikatan rangkap 2 >
ikatan tunggal
Suatu
reaksi yang DH–nya
ditentukan dengan menggunakan energi ikatan, maka atom-atom yang
terlibat dalam reaksi harus berwujud gas.
Berdasarkan
jenis dan letak atom terhadap atom-atom lain dalam molekulnya, dikenal 3 jenis
energi ikatan yaitu :
a.
Energi Atomisasi.
Adalah
energi yang diperlukan untuk memutuskan semua ikatan 1 mol molekul menjadi
atom-atom bebas dalam keadaan gas.
Energi
atomisasi = jumlah seluruh ikatan atom-atom dalam 1 mol senyawa.
Contoh :

Pada
molekul NH3 terdapat 3 ikatan N – H. Sementara itu, energi ikatan N
– H = 93 kkal / mol sehingga energi atomisasinya = 3 x 93 kkal / mol = 297 kkal
/ mol.
b.
Energi Disosiasi
Ikatan.
Adalah
energi yang diperlukan untuk memutuskan salah 1 ikatan yang terdapat pada suatu
molekul atau senyawa dalam keadaan gas.
Contoh :

Energi disosiasi
untuk melepas 1 atom H dari molekul CH4 = 431 kJ.
c.
Energi Ikatan
Rata-Rata.
Adalah
energi rerata yang diperlukan untuk memutuskan ikatan atom-atom pada suatu
senyawa ( notasinya = D ).
Contoh :

Dalam
molekul CH4 terdapat 4 ikatan C - H .
Energi
ikatan rerata C - H ( DC-H ) = ( 1668 / 4 ) kJ = 417 kJ
Energi
ikatan suatu molekul yang berwujud gas dapat ditentukan dari data entalpi
pembentukan standar (DHf
) dan energi ikat unsur-unsurnya. Prosesnya melalui 2 tahap yaitu :
o
Penguraian
senyawa menjadi unsur-unsurnya.
o
Pengubahan
unsur menjadi atom gas.
Contoh :
Diketahui :
DHf o CO(g)
= - 110,5 kJ / mol
DHf o C(g)
= 716,7 kJ / mol
D O=O
= 495 kJ / mol
Tentukan
energi ikatan C=O dalam gas CO!
Jawaban :
Reaksinya :

Reaksi
tersebut dapat dituliskan melalui tahapan :

Jadi energi
ikat C=O dalam gas CO = 1074,7 kJ / mol.
Reaksi
kimia pada dasarnya terdiri dari 2 proses :
o
Pemutusan
ikatan pada pereaksi.
o
Pembentukan
ikatan pada produk reaksi.
Pada proses
pemutusan ikatan = memerlukan
energi.
Pada proses
pembentukan ikatan = membebaskan
energi.
Contoh :
Pada reaksi
:



Secara umum dirumuskan :

Contoh :
Diketahui
energi ikatan rerata :
C – H = 413
kJ / mol
Cl –
Cl =
242 kJ / mol
C – Cl = 328
kJ / mol
H – Cl = 431
kJ / mol
Hitunglah DH reaksi :

Jawaban :

Pemutusan ikatan :
4
ikatan C – H = 4 x 413 kJ / mol = 1652
kJ / mol
1
ikatan Cl – Cl = 1 x 242 kJ / mol = 242
kJ / mol
Pembentukan ikatan :
3
ikatan C – H = 3 x 413 kJ/ mol = 1239
kJ / mol
1
ikatan C – Cl = 1 x 328 kJ /
mol =
328 kJ / mol
1
ikatan H – Cl = 1 x 431 kJ /
mol =
431 kJ / mol

DH = ( 1652 + 242 ) – ( 1239 + 328 + 431 )
kJ / mol
DH = ( 1894 – 1998 ) kJ / mol = - 104 kJ / mol
11). Kalor Pembakaran Bahan Bakar
Contoh :
LPG
mengandung 40 % etana ( C2H6 )dan 60 % butana ( C4H10
). Dalam 1 kg LPG mengandung :
( 40 % x
1000 ) gram etana = 400 gram etana
400 gram
etana = ( 400 / 30 ) = 13,33 mol
( 60 % x
1000 ) gram butana = 600 gram butana
600 gram butana
= ( 600 / 58 ) = 10,34 mol
Diketahui :
DHf o CO2(g)
= - 395,2 kJ / mol
DHf o H2O(g)
= - 286,9 kJ / mol
DHf o C2H6(g) = - 84,8 kJ / mol
DHf o C4H10(g) = - 114,3 kJ / mol
a). Reaksi pembakaran etana :

DHreaksi = DHproduk - DHreaktan
= ( 2 x DHf o CO2
+ 3 x DHf
o H2O ) – ( 1x DHf o C2H6
+ 0 )
= -
1.566,3 kJ / mol
Dalam 1 kg = ( - 1.566,3
kJ / mol x 13,33 mol ) = - 20.878,78 kJ
b). Reaksi pembakaran butana :

DHreaksi = ( 4 x DHf o CO2
+ 5 x DHf o H2O
) – ( 1x DHf
o C4H10 +
0 )
= -
2.901 kJ / mol
Dalam 1 kg = ( - 2.901 kJ / mol x 10,34 mol ) = - 29.996,34 kJ
Jadi, dalam setiap 1 kg LPG menghasilkan kalor sebesar = 20.878,78 kJ + 29.996,34 kJ = 50.875,12kJ
B. TERMODINAMIKA KEDUA
Peristiwa sehari-hari

Peristiwa
yang kerap terjadi di laboratorium


PERHATIKAN
DUA GAMBAR DIATAS :
Peristiwa
diatas adalah peristiwa yang tidak dapat balik meskipun pada proses pembalikan
ini dapat terpenuhi dengan hokum termodinamika I .
Apakah ada yang salah dengan hukum
termodinamika I (hukum
kekekalan energi)?
Tentu saja tidak!
Hukum
termodinamika I tetap benar, namun perlupenjelasan lebih
lanjut
mengapa proses-proses tersebut tidak bisa dibalik.
ÎMuncul
formulasi hukumtermodinamika II.
Ada
berbagai versi:
Versi yang paling sederhana (Clasius):
“Panas secara alamiah akan mengalir dari suhu tinggi ke rendah;
panas tidak akan mengalir secara spontan dari suhu rendah ke tinggi”
Sudah
kita lihat dari siklus Carnot:
“Tidak
mungkin dalam satu siklus terdapat efisiensi 100%”
Versi filosofis (lihat peristiwa sehari-hari):
“Dalam suatu sistem tertutup, tanpa campur tangan dari luar
ketidakteraturan akan selalubertambah.”
(Secara alamiah, proses akan cenderung ke arah tidak teratur)
Penerapan Hukum II
Termodinamika- Hukum I termodinamika menyatakan bahwa energi adalah kekal, tidak dapat
diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Energi hanya dapat berubah dari satu
bentuk ke bentuk lainnya. Berdasarkan teori ini, Anda dapat mengubah energi
kalor ke bentuk lain sesuka Anda asalkan memenuhi hukum kekekalan energi.
Namun, kenyataannya tidak demikian. Energi tidak dapat diubah sekehendak Anda.
Misalnya, Anda menjatuhkan sebuah bola besi dari suatu ketinggian tertentu.
Pada saat bola besi jatuh, energi potensialnya berubah menjadi energi kinetik.
Saat bola besi menumbuk tanah, sebagian besar energi kinetiknya berubah menjadi
energi panas dan sebagian kecil berubah menjadi energi bunyi. Sekarang, jika
prosesnya Anda balik, yaitu bola besi Anda panaskan sehingga memiliki energi
panas sebesar energi panas ketika bola besi menumbuk tanah, mungkinkah energi
ini akan berubah menjadi energi kinetik, dan kemudian berubah menjadi energi
potensial sehingga bola besi dapat naik? Peristiwa ini tidak mungkin terjadi
walau bola besi Anda panaskan sampai meleleh sekalipun. Hal ini menunjukkan
proses perubahan bentuk energi di atas hanya dapat berlangsung dalam satu arah
dan tidak dapat dibalik. Proses yang tidak dapat dibalik arahnya dinamakan proses
irreversibel. Proses yang dapat dibalik arahnya dinamakan proses
reversibel.
Peristiwa di atas
mengilhami terbentuknya hukum II termidinamika. Hukum II
termodinamika membatasi perubahan energi mana yang dapat terjadi dan yang
tidak dapat terjadi. Pembatasan ini dapat dinyatakan dengan berbagai cara,
antara lain, hukum II termodinamika dalam pernyataan aliran kalor: “Kalor
mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah dan
tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya”; hukum II
termodinamika dalam pernyataan tentang mesin kalor: “Tidak mungkin membuat
suatu mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata menyerap
kalor dari sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya menjadi usaha luar”;
hukum II termodinamika dalam pernyataan entropi: “Total entropi semesta
tidak berubah ketika proses reversibel terjadi dan bertambah ketika proses
ireversibel terjadi”.
Hukum II Termodinamika
memberikan batasan-batasan terhadap perubahan energi yang mungkin terjadi
dengan beberapa perumusan.
- Tidak mungkin membuat mesin yang bekerja dalam satu siklus, menerima kalor dari sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya menjadi energi atau usaha luas (Kelvin Planck).
- Tidak mungkin membuat mesin yang bekerja dalam suatu siklus mengambil kalor dari sebuah reservoir rendah dan memberikan pada reservoir bersuhu tinggi tanpa memerlukan usaha dari luar (Clausius).
- Pada proses reversibel, total entropi semesta tidak berubah dan akan bertambah ketika terjadi proses irreversibel (Clausius).
a. Pengertian Entropi
Dalam menyatakan Hukum
Kedua Termodinamika ini, Clausius memperkenalkan besaran baru yang disebut entropi
(S). Entropi adalah besaran yang menyatakan banyaknya energi atau
kalor yang tidak dapat diubah menjadi usaha. Ketika suatu sistem menyerap
sejumlah kalor Q dari reservoir yang memiliki temperatur mutlak, entropi
sistem tersebut akan meningkat dan entropi reservoirnya akan menurun sehingga
perubahan entropi sistem dapat dinyatakan dengan persamaan
ΔS = Q/T
tersebut berlaku pada
sistem yang mengalami siklus reversibel dan besarnya perubahan entropi (ΔS)
hanya bergantung pada keadaan akhir dan keadaan awal sistem. Ciri proses
reversibel adalah perubahan total entropi ( ΔS = 0) baik bagi sistem maupun
lingkungannya. Pada proses irreversibel perubahan entropi semesta ΔSsemestea
> 0 . Proses irreversibel selalu menaikkan entropi semesta.
ΔSsistem + ΔSlingkungan = ΔSseluruhnya
> 0
Hukum termodinamika
I merupakan pernyataan
dari hukum kekekalan
energi dan t i dak
menyatakan sesuatu
apapun mengenai arah
dari proses yang
berlangsung.
Proses
termodinamika i tu dapat berl angsung
kedua arah yai tu :
- Di
ekspansikan (pengembangan)
- Di
kompresikan (penekanan)
Hukum Termodinamika
I juga belum
menjelaskan kearah mana
suatu perubahan keadaan
i tu
berjalan
dan apakah perubahan i tu reversible
atau irreversible.
Dal am
pengembangannya di terangkan dan dibahas dal am Hukum Termodinamika II
Jadi :
Hukum Termodinamika II,
memberi kan batasan-batasan tentang
arah yang dijalani
suatu
proses, dan
memberikan kri teri a apakah
proses itu reversible
atau i rreversible dan
salah satu
akibat dari
hukum termodinamika II i
alah perkembangan dari
suatu sifat phisik
alam yang
di
sebut entropi .
Perubahan
entropi → menentukan arah yang dijalani suatu proses.
Hukum
Termodinamika II menyatakan :
* Ti dak mungkin
panas dapat di rubah
menjadi kerja seluruhnya,
tetapi sebaliknya kerja
dapat
di rubah menjadi panas.
atau
: Q ≠ W sel uruhnya
W →
Q (sama besarnya)
atau untuk
mendapatkan sejumlah kerja
(W) dari suatu
si klus, maka kal or
(Q) yang harus
diberikan
kepada sistem selalu lebih besar.
→ Q di
serap > W sehingga, η si klus < 100 %.
* Suatu
yang bekerja sebagai
sebagai suatu si klus
t i dak dapat memindahkan
kal or (Q) dari
bagian yang
bertemperatur rendah ke
bagian yang bertemperatur
l ebih tinggi, tanpa
menimbulkan
perubahan keadaan pada sistem yang lain.
Dari kedua
hal tersebut diatas,
menyatakan tentang arah
proses perubahan energi
dalam dalam
bentuk
panas ke bentuk kerj a → yang menyatakan adanya pembatasan transformasi energi .
Perumusan
:
Kombinasi
Hukum Termodinamika I dan II
Kembali
ke hukum termodinamika I:
d'Q=
dU+ d′W
Hukum
termodinamika II mengungkapkan pada proses reversibel
antara
dua kedaan seimbang:
d'Qr
= TdS
Pada
proses reversibel untuk sistem PVT:
d'W= P
dV
Sehingga
dapat disimpulkan
T dS=
dU+ P dV
Ækombinasi
hukum termodinamika I dan II.
Untuk
sistem lain, ekspresi P dVdiganti dengan yang sesuai.
Dari
hal ini ada sejumlah besar relasi termodinamika yang dapat
diturunkan
dengan memilih pasangan variabel bebas Tdan v, Tdan
P, atau
Pdan v.
Kasus
Tdan v independen:
Kita
gunakan besaran spesifik (persatuan massa).

dengan
memperhatikan bahwa ufungsi Tdan v,

Maka :

Atau
dapat ditulis :

Maka :


Seterusnya
apabila sditurunkan dua kali ke vdan Tdiperoleh
(detail
harus dikerjakan oleh pembaca):

Karena


dan
dapat dibuktikan dengan mudah bahwa:

Jelas
sekali bahwa cP tidak akan pernah lebih kecil dari cv
.
Relasi
lain dapat dibuktikan:

Kasus Tdan P independen:
Mulai
dari h= u+ Pv, dapat dibuktikan sekian banyak relasi,
Diantaranya

Serta


Mesin yang menyerap kalor dari suhu rendah dan mengalirkannya pada suhu tinggi dinamakan mesin pendingin (refrigerator). Misalnya pendingin rungan (AC) dan almari es (kulkas). Perhatikan Gambar 9.9! Kalor diserap dari suhu rendah T2 dan kemudian diberikan pada suhu tinggi T1. Berdasarkan hukum II termodinamika, kalor yang dilepaskan ke suhu tinggi sama dengan kerja yang ditambah kalor yang diserap (Q1 = Q2 + W)
Hasil bagi antara kalor yang masuk (Q1) dengan usaha yang diperlukan (W) dinamakan koefisien daya guna (performansi) yang diberi simbol Kp. Secara umum, kulkas dan pendingin ruangan memiliki koefisien daya guna dalam jangkauan 2 sampai 6. Makin tinggi nilai Kp, makin baik kerja mesin tersebut.
Kp = Q2 /W
Untuk gas ideal berlaku:
Kp = (Q2/Q1-Q2)
= (T2/T1-T2)
KeteranganKp : koefisien daya guna
Q1 : kalor yang diberikan pada reservoir suhu tinggi (J)
Q2 : kalor yang diserap pada reservoir suhu rendah (J)
W : usaha yang diperlukan (J)
T1 : suhu reservoir suhu tinggi (K)
T2 : suhu reservoir suhu rendah (K)
Gambar di dibawah menunjukkan bahwa 1.200 J kalor mengalir secara spontan dari reservoir panas bersuhu 600 K ke reservoir dingin bersuhu 300 K. Tentukanlah jumlah entropi dari sistem tersebut. Anggap tidak ada perubahan lain yang terjadi.

Jawab
Diketahui Q = 1.200 J, T1 = 600 K, dan T2 = 300 K.
Perubahan entropi reservoir panas:
ΔS1 = Q1/T1 = -1.200J/600K = -2J/K
Perubahan entropi reservoir dingin:
ΔS2 = Q2/T2 = 1.200J/300K = 4J/K
Total perubahan entropi total adalah jumlah aljabar perubahan entropi setiap reservoir:
ΔSsistem = ΔS1 + ΔS2 = –2 J/K + 4 J/K = +2 J/K
Mesin pendingin ruangan memiliki daya 500 watt. Jika suhu ruang -3 oC dan suhu udara luar 27 oC, berapakah kalor maksimum yang diserap mesin pendingin selama 10 menit? (efisiensi mesin ideal).
Penyelesaian:
Diketahui: P = 600 watt (usaha 500 J tiap 1 sekon)
T1 = 27 oC = 27+ 273 = 300 K
T2 = -3 oC = -3 + 273 = 270 K
Ditanya: Q2 = … ? (t = 10 sekon)
Jawab:
Kp = T2/(T1-T2)
Q2/W = T2/(T1-T2)
Q2 = T2/(T1-T2)W = (270)(300-270)(500)=4.500J (tiap satu sekon)
Dalam waktu 10 menit = 600s
Q2=4.500 x 600 = 2,7×106 J
C. TERMODINAMIKA
KETIGA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar